Analisis
Novel
Iri Hati
Oleh Lieza Yanti
Judul buku : Sengsara Membawa Nikmat
Pengarang : Tulis Sutan Sati
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan X, 2006
Tebal : 204 halaman
Sekilas mengenai novel “Sengsara
Membawa Nikmat”
A. Sinopsis
Tulis Sutan Sati ingin menggambarkan
sebuah hegemoni kekuasaan yang mewarnai kehidupan masyarakat Minangkabau pada
zamannya. Kisah dalam novel ini berawal dari kebencian Kacak, kemenakannya
Tuanku Laras - seorang penghulu kampung - terhadap Midun. Kacak membenci Midun
karena ia sangat disayangi oleh orang sekampung. Sementara Kacak, tidak
dihormati orang. Kesempatan untuk membalaskan dendam akhirnya tiba. Bermula
dari sikap Midun yang menjadi pahlawan bagi orang-orang di pasar atas ulah Pa
Inuh - pamannya Kacak yang hilang ingatan yang membawa pisau dan mengamuk
di pasar. Sebenarnya Pa Inuh tidak dilukai oleh Midun, karena luka tersebut
adalah atas ulah Pa Inuh sendiri. Namun, Kacak merasa tidak terima. Ia
melaporkan Midun kepada Tuanku Laras hingga ia dihukum bekerja rodi selama enam
hari.
Kebencian Kacak kepada Midun semakin
manjadi-jadi. Ia membayar Lenggang - pembunuh bayaran - untuk membunuh Midun
pada saat perhelatan pasar malam dan pacuan kuda di Bukittinggi. Namun, usaha
tersebut gagal dan berakhir dengan dipenjaranya Midun dan diasingkan ke Padang
selama enam bulan.
Setelah masa hukumannya usai, ia mencoba
menolong Halimah yang dikenalnya saat menjalani hukuman. Halimah yang jiwanya
terancam, meminta Midun untuk mengantarkannya ke Jawa. Sebuah petualangan hidup
akhirnya dijalani Midun dengan sukses sampai akhirnya ia diangkat menjadi
menteri polisi dan kemudian menikah dengan Halimah. Sementara itu, ayah Midun
meninggal di kampung halamannya dan seluruh harta warisan ayahnya diambil oleh
pihak keluarga ayahnya.
Selama enam tahun, Midun tidak pernah pulang
ke kampung halamannya. Ia bersama istrinya, berniat menemui keluarga Midun.
Midun kemudian ditugaskan di Bukittinggi sebagai asisten demang. Kemudian ia
dingkat pula menjadi penghulu kampung. Bagian ini merupakan akhir dari cerita
ini.
B. Analisis
1. Unsur Intrinsik
a. Tema
Tema yaitu pokok permasalahan yang
mendasari cerita. Tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerita Fiksi
“Sengsara Membawa Nikmat” adalah sosial. Nuansa sosial terlihat sekali dalam
cerita ini. Seseorang yang mempunyai dendam dan berniat untuk membalaskan
dendamnya kepada seseorang karena kecemburuan sosial.
Pengarang mencoba mengangkat tema demikian
karena pengarang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kondisi masyarakat dalam
cerita ini. Masyarakat yang masih mempunyai ketua suku (pemimpin) yang memimpin
kampung daerahnya, dan pemimpin tersebut mempunyai sifat yang tidak adil pada
masyarakatnya dengan membeda-bedakan kasta antar penduduknya. Dan pengarang
ingin merubah kondisi itu. Dengan demikian diperlukan suatu media dalam
penyampaian itu, dengan karangan berbentuk fiksilah yang cocok sebagai media
tersebut.
b. Latar/setting
Latar/Setting adalah tempat dan
suasana cerita terjadi. Latar pada novel ini adalah netral. Latar netral
yaitu latar dalam sebuah karya fiksi yang mendeskripsikan sifat khas tertentu
yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat
membedakan dengan latar lain. Sifat yang ditunjukkan latar tersebut lebih
merupakan sifat umum terhadap hal yang sejenis misalnya desa, kota, pasar, dan
sebagainya yang dapat berlaku dimana saja, sehingga jika namanya dipindahkan,
tidak mempengaruhi pemplotan dan penokohan.
Alasan Pengarang menyajikan cerita fiksi ini,
tidak lain agar dapat dibaca oleh semua orang. Dengan kata lain, cerita
tersebut dapat dinikmati oleh semua pembaca secara universal.
c. Alur/plot
Alur/plot adalah rangkaian peristiwa
yang disusun berdasarkan urutan waktu. Alur/plot dalam novel ini adalah
alur maju yang mengalir sampai akhir cerita. Alur maju/progresif adalah
pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini
ke masa yang akan datang. Alur maju yang mengalir sampai akhir cerita.
Tujuan Pengarang membuat alur yang sangat sederhana, yaitu alur maju/progresif
adalah agar pembaca dapat dengan mudah mencerna cerita ini.
d. Penokohan.
Penokohan adalah pelaku yang ada
dalam cerita. Tokoh utama dalam novel ini ialah Midun. Ia adalah seorang
yang pemberani, berbudi luhur, sabar, tanggung jawab, baik hati dan pekerja
keras, ulet, pengasih, disenangi semua orang. Kita selidiki ketika terjadinya
keabnormalan dalam logika Midun. Disuruh apa saja oleh Kacak, dia mau. Mengapa?
Mungkin karena dia merasa bersalah dan itu adalah suatu bentuk pertanggungjawabannya.
Tetapi kali ini Kacak sudah berlebihan. Ia menyuruh Midun kerja begitu keras,
apa yang tidak semestinya dilakukan Midun, disuruhnya. Apa yang bias dilakukan
Midun? Midun tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bisa berdoa dan bersabar menghitung
hari menjalankan hukuman dan akhirya ia pun jatuh sakit. Kacak, Tuanku Laras
dan Dulubalang Tuanku Laras adalah tokoh antagonis dalam cerita. Kacak adalah
kemenakan penghulu kampung yang sifatnya pendendam, iri hati, suka menganiaya,
sombong, seka semema-mena, pemfitnah, egois dan suka menindas kaum yang lemah.
Perlakuan Kacak sangat tidak manusiawi terhadap Midun. Kenapa? Karena dendamnya
yang sangat membara kepada diri Midun. Ia iri terhadap Midun, karena sikap
Midun yang ramah dan pintar bersosialisasi dengan masyarakat, sehingga
masyarakat kagum dan menyenangi Midun, dan Midun pun sering menjadi bahan
perbincangan masyarakat setempat. Sedangkan ia yang masih mempunyai ikatan
keluarga dengan Tuanku Laras tidak disenangi, bahkan masyarakat enggan menegurnya
dikarenakan sifatnya yang sombong. Tuanku Laras adalah seorang pemimpin yang
tidak adil kepada rakyatnya, egois, sombong dan membeda-bedakan kasta
penduduknya satu sama lain. Tokoh protagonisnya adalah orang tua Midun, Haji
Abbas dan masyarakat setampat yang berpendapat bahwa Midun orang baik dan
meyakini bahwa Tuanku Laras telah difitnah orang.
e. Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara pandang
pengarang terhadap tokoh. Dalam novel ini menggunakan sudut pandang
dia-an terbatas, karena pengarang tidak menjelaskan secara detail tentang
pemikiran dan perasaan tokoh dalam cerita tersebut, pengarang hanya menjelaskan
luarnya saja, tidak menjelaskan pikiran dan perasaan tokoh. Justru ini adalah
kekurangan dalam cerita ini, pembaca tidak dapat langsung masuk dan berperan
menjadi tokoh dalam cerita tersebut.
f. Genre
Genre adalah jenis yang dihasilkan dari
kesastraan atau kesenian yang mempunyai gaya, bentuk, atau isi tertentu.
Novel ini termasuk genre sastra fiksi sosial. Suasana sosial sangatlah
jelas terasa pada isi cerita ini. Mengenai suatu kondisi sosial dalam
masyarakat yang masih mempunyai kepala suku dan kepala suku (pemimpin) dalam
masyarakat tersebut tidak adil dan membeda-bedakan kasta antar penduduknya.
Terlihat dalam sikapnya yang membela kemenakannya Kacak. Ide cerita yang muncul
pada novel ini banyak mengilhami karya sastra modern.
g. Amanat/pesan
Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang
lewat karyanya. Dalam novel ini pengarang mengemukakan pesannya secara
tidak langsung. Jadi, pembaca sendiri yang harus mencarinya (tersirat).
Amanat yang dapat diambil setelah pembaca
membaca cerita ini adalah mengusung dinamika kehidupan dan dilema dari rasa
dengki yang berbuah dendam membara. Pembaca serasa dibawa untuk ikut terharu
mendalami cerita ini. Kesengsaraan dan kepahitan hidup yang diterima dengan
ikhlas akan menghasilkan nikmat yang tak terperi. Jadi pemimpin itu harus adil,
tidak boleh membeda-bedakan kasta. Apapun bentuk dendam, tidak akan
menyelesaikan suatu masalah. Yang ada hanya akan menimbulkan kebencian dan
ketidak sukaan orang lain. Dan sikap iri hati, hanya akan membawa kehancuran
dalam kehidupan bersosialisasi.
f. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan begitu
mudah dicerna, walaupun pembaca harus berkutat dengan kebingungan akan
penggunaan bahasa melayunya. Namun, cerita ini adalah hasil karya sastra yang
mengagumkan. Pengarang berhasil mengolah kata menjadi kalimat yang indah dan
dibumbui dengan kata kiasan, pepatah, pantun, dan peribahasa yang tepat.
2. Unsur Ekstrinsik
Untuk menganalisis unsur ekstrinsik
diperlukan pendekatan. Pendekatan-pendekatan ini dimaksudkan agar analisis
bersifat objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan yang
digunakan disini adalah pendekatan sosiologis.
Faktor-faktor di luar teks termasuk
dalam latar belakang sosial Pengarang dalam menciptakan karya sastra. Sedangkan
hubungan teks sastra dengan masyarakat, karya itu adalah cerminan dari
masyarakat pada waktu itu.
a. Latar Belakang Pengarang
Tulis Sutan Sati lahir pada tahun
1898 di Bukittinggi, Sumatra Barat, meninggal pada tahun 1942 zaman Jepang.
Karya-karyanya terdiri atas asli dan saduran, baik roman maupun syair.
Karya-karyanya yang asli berbentuk roman adalah Sengsara Membawa Nikmat (1928),
Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak Disangka (1932), dan Memutuskan Pertalian
(1932), sedangkan karya-karya sadurannya dalam bentuk syair adalah Siti
Marhumah Yang Saleh (saduran dari cerita Hasanah yang saleh), Syair Rosina
(saduran tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau), Sabai
nan Aluih (saduran dari sebuah kaba Minangkabau dalam bentuk prosa beriman)..
Pengarang merupakan bagian dari angkatan Balai Pustaka, sastrawan Indonesia.
Pengarang yang meninggal dalam usia 44 tahun ini, pernah menjadi guru dan
redaktur Balai Pustaka. Ia adalah penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan
Balai Pustaka.
Novel ini pertama kali diterbitkan
oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Walaupun merupakan sastra lama, cerita yang
tersaji begitu memikat para pecinta sastra sehingga tak mengherankan jika novel
ini mengalami cetak ulang yang ketigabelas pada tahun 2001. Novel ini adalah
salah satu karya sastra yang memperkaya horison sastra Indonesia pada
zamannya.
b. Hubungan Antara Teks Dengan
Masyarakat
Hubungan teks sastra dan masyarakat
berkaitan erat antar teks sastra dengan kenyataan. Di dalam karya sastra
terdapat nilai sosial budaya sebagai cerminan dari masyarakat.
Dalam novel ini, terlihat kondisi
sosial masyarakat Minangkabau yang bertolak belakang dengan kondisi sosial pada
masa ini. Masyarakat yang masih mempunyai kepala suku (penghulu kampong)
sebagai pemimpin disuatu perkampungan, dan pemimpin tersebut kurang adil,
sombong dan egois kepada penduduknya. Pengarang mempunyai pola pikir yang
berbeda terhadap kondisi masyarakat pada saat itu. Dan ia ingin merubah sifat
pemimpin tersebut dengan menjadikan Midun sebagai perantaranya. Dia
mengembangkan pikiran Midun sebagai masyarakat kecil yang tidak mempunyai hak
untuk membela diri.
C. Kesimpulan
Novel “Sengsara Membawa Nikmat”
merupakan novel yang dikemas secara menarik dan imajinatif. Novel ini penuh
petualangan tragis dan heroik Isinya merupakan pencerminan masyarakat
minangkabau pada masa itu yang masih mempunyai kepala suku (penghulu kampong),
dan ia mengembangkan perasaan masyarakat kecil dengan menjadikan Midun sebagai
perantaranya. Sentuhan jiwa yang mendalam dari pengarang, sangat mengena di
hati pembaca sehingga memberi kesan yang mendalam bagi pembaca. Kelebihan
cerita ini adalah kepiawaian pengarang dalam mengemas cerita ini, menjadi
sebuah novel yang mengharukan, penuh heroik dan mengusung makna hidup yang amat
dalam. Daya pikat yang dimiliki novel ini adalah konflik antara tokoh utama
serta konflik batin yang mampu tertambat di hati pembaca. Pengarang juga
memberikan alur yang sangat sederhana untuk dinikmati para pembacanya, yaitu
alur maju. Sehingga pembaca tidak disulitkan untuk lama-lama berpikir memahami
isi cerita ini.
Dibalik keindahan dan daya pikat
yang ada, cerita ini membuat pembacanya mendapatkan kesulitan dalam menangkap
maksud Tulis Sutan Sati, terutama karena banyaknya bahasa Melayu yang
digunakan. Selain itu, ending yang ditampilkan tidak mengesankan sebagai sebuah
klimaks yang menarik. Padahal sebagian besar cerita ini diwarnai dengan
konflik. Ending tersebut sangat mudah diterka oleh pembaca. Dan dalam novel ini
pula pengarang memakai sudut pandang diaan terbatas. Dimana Pengarang tidak
menjelaskan secara detail apa yang dirasakan dan dipikirkan tokoh dalam cerita,
Pengarang hanya menjelaskan secara luarnya saja, secara lintas saja. Itu
menyebabkan pembaca kurang merasakan apa yang dialami benar-benar pada
tokoh-tokoh dalam cerita ini dan pembaca kurang meresapi apabila pembaca
menjadi salah seorang tokoh dalam cerita ini. Meski demikian , novel ini sangat
layak untuk dibaca karena ceritanya begitu memikat dan penuh muatan yang dapat
direnungkan dan diambil jadi teladan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dimensi. 2006. Bahasa Indonesia,
semester II. Jakarta: Swadaya Murni
DepDikBud. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi ke-2. Jakarta: Balai pustaka
Laelasari S. S., dan Nurlilah, S.
S., 2006. Kamus Istilah Sastra, Bandung: Nuansa Aulia
Rosidi, Ajip. 1988. Ikhtisar Sejarah
Sastra Indonesia. Jakarta: Binacipta
Suryanto, Alex dan Haryanta, Agus.
2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Tangerang: PT Gelora Aksara
Pratama
Sati, Sutan, Tulis, 2006. Sengsara
Membawa Nikmat. Jakarta: Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment